Selasa, 21 Oktober 2014

Makalah tugas Controlleship



BAB I
PENDAHULAN

1.1  Latar belakang
Semakin ketatnya persaingan di dunia usaha baik berupa barang atau jasa membuat setiap perusahaan berusaha untuk dapat memenuhi segala kebutuhan konsumen dengan harga yang relatif terjangkau namun tetap memperhatikan biaya-biaya yang diperlukan dalam menghasilkan barang atau jasa tersebut . Salah satu yang mempengaruhi ialah harga transfer.
Harga transfer adalah biaya (cost) atau harga (price) yang dibebankan atas pemindahan (transfer) suatu barang atau jasa dari satu divisi ke divisi lain dalam suatu perusahaan. Hal ini berarti adanya biaya atau harga tambahan yang dikenanakan pada setiap barang atau jasa yang diproduksi yang mengalami perpindahan dari satu divisi ke divisi lain dalam kegiatan produksi. Kewenangan dalam menetapkan besaran harga transfer ini detentukan oleh masing-masing divisi.
Harga transfer juga mempengaruhi keputusan manajemen dalam menetapkan besaran harga suatu produk atau jasa yang akan dijual ke masyarakat. Hal ini perlu diperhatikan oleh setiap divisi bahwa apabila harga transfer yang ditentukan tinggi maka harga jual produk atau jasa tersebut juga akan menjadi tinggi sehingga akan membuat masyarakat tidak tertarik untuk membeli produk tersebut.
Oleh karena itu pada makalah ini kami mencoba menjelaskan bagaimana sebenarnya yang dimaksud harga transfer tersebut. Sehingga dapat digunakan sebagai referensi bagi para pembaca agar mengetahui bagaimana cara penentuan besaran harga transfer agar nantinya bisa ditetapakan dalam kehidupan sehari-hari.


1.2  Rumusan Masalah
1.      Apakah dampak yang dapat ditimbulkan dari penggunaan penentuan harga transfer jika tidak sesuai terhadap system perpajakan?
2.      Bagaimana perlakuan perpajkannya menurut hokum perpajakan yang berlaku di Indonesia?



BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1  Pengertian harga transfer
·         Menurut Tsurumi dan Gunadi (1997), dalam suatu grup perusahaan, transfer pricing merupakan harga yang diperhitungkan untuk pengendalian manajemen (management control) atas transfer barang dan jasa dalam satu grup perusahaan. 
·         Menurut Charles T. Horngren, George Foster dan Srikant Datar dalam akuntansi biaya, harga transfer merupakan harga yang dikenakan oleh satu subunit (segmen, departemen, divisi dan sebagainya) untuk produk atau jasa yang dipasok ke subunit lain dalam organisasi yang sama. 
·         Menurut Ralph Estes dalam kamus akuntansi, harga transfer adalah suatu harga internal yang dibebankan oleh satu unit (seperti divisi, perusahaan anak, atau departemen) dari suatu perusahaan pada unit lainnya dalam perusahaan yang sama. 
·         Menurut Don R. Hansen dan Maryanne M. Moven dalam management accounting, harga transfer adalah harga yang ditagihkan untuk barang yang ditransfer dari satu divisi ke divisi lainnya. 
·         Menurut Sophar Lumbantoruan, harga transfer adalah penentuan harga atau balas jasa atas suatu transaksi antar unit dalam satu perusahaan atau antar perusahaan dalam satu grup. 
Dari berbagai definisi di atas dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa pada prinsipnya transfer pricing (harga transfer) adalah suatu metode penentuan harga antar grup (divisi, segmen, departemen, subunit dll) dalam satu perusahaan yang sama.

2.2  Tujuan Penetuan Harga Transfer
Harga transfer merupakan mekanisme untuk mendistribusikan pendapatan jika pusat laba atau lebih bertanggung jawab atas pengembangan, pembuatan, dan pemasaran sesuatu sehingga masing-masing harus berbagi pendapatan yang dihasilkan ketika produk tersebut terjual.
Harga Transfer harus dirancang sedemikian rupa supaya mencapai beberapa sasaran sebagai berikut:
1)      Memberikan informasi yang relevan kepada masing-masing unit usaha untuk menentukan timbal balik yang optimum antara biaya dan pendapatan perusahaan
2)      Menghasilkan keputusan yang selaras dengan cita-cita, maksudnya sistem harus dirancang sedemikian rupa agar keputusan yang meningkatkan laba unit usaha juga  akan meningkatkan laba perusahaan.
3)      Membantu pengukuran kinerja ekonomi dari tiap unit usaha.
4)      Sistem harus mudah dimengerti dan dikelola
Harga transfer sering memicu masalah, terutama pada penentuan harga sepakatannya karena melibatkan dua unit, yaitu unit pembeli dan unit penjual, dan harga transfer juga mempengaruhi pengukuran laba unit, harga transfer yang tinggi akan merugikan unit pembeli sedangkan harga transfer yang terlalu rendah akan merugikan unit penjual, maka penentuan harga transfer menjadi hal yang sangat penting.

Karakteristik Harga Transfer.
1)      Harga transfer timbul jika divisi terkait diukur kinerjanya berdasarkan laba
2)      Harga transfer merupakan unsur yang signifikan dalam membentuk biaya penuh produk yang dibeli mengandung unsur laba
3)      Harga transfer selalu mengandung unsur laba
4)      Harga transfer sebagai alat untuk mempertegas diverifikasi dan integrasi divisi yang dibentuk.

2.3  Metode-metode penentuan harga transfer
Istilah “harga transfer” yang digunakan disini adalah nilai yang diberikan kepada suatu transfer barang dan jasa dalam suatu transaksi dimana setidaknya ada satu pusat laba yang terlibat didalamnya. Harga semacam ini biasanya melibatkan suatu elemen laba karena sebuah perusahaan yang independent tidak akan mentransfer barang dan jasa ke perusahaan independent yang lain sebesar biaya produksi atau lebih rendah dari itu.

Prinsip Dasar
Prinsip dasar dari harga transfer adalah bahwa harga transfer sebaiknya serupa dengan harga yang akan dikenakan seandainya produk tersebut dijual ke konsumen luar atau dibeli dari pemasok luar. Ketika suatu pusat laba di suatu perusahaan membeli produk dari, dan menjual ke, satu sama lain, maka dua keputusan yang harus diambil untuk setiap produk adalah:
a)      Apakah perusahaan harus memproduksi sendiri produk tersebut atau membelinya dari pemasok luar? (keputusan sourcing)
b)      Jika diproduksi secara internal, pada tingkat harga berapakah produk tersebut akan ditransfer antar pusat laba? ( keputusan harga transfer )

Situasi Ideal
Harga transfer berdasarkan harga pasar akan menghasilkan keselarasan cita-cita jika kondisi-kondisi berikut ada, yaitu:
1.      Orang-orang kompeten
Idealnya manajer harus memperhatikan kinerja jangka panjang dan jangka pendek dari pusat tanggung jawab mereka.
2.      Atmosfer yang baik
Manajer harus menjadikan profitabilitas sebagai cita-cita yang penting dan pertimbangan yang signifikan dalam penilaian kinerja pusat tanggung jawab. Mereka juga harus memandang bahwa harga transfer tersebut adil.
3.      Harga pasar
Harga transfer yang ideal adalah berdasarkan harga pasar normal dan mapan dari produk identik yang sedang ditransfer, maksudnya harga pasar mencerminkan kondisi yang sama (kuantitas, waktu pengiriman dan kualitas) dengan produk yang dikenakan harga transfer.
4.      Kebebasan memperoleh sumber daya
Idealnya alternatif pusat tanggung jawab dalam memperoleh sumber daya haruslah ada, dan para manajer sebaiknya diizinkan untuk memilih alternative yang baik bagi pusat tanggung jawab mereka.
5.      Informasi penuh
Para manajer harus mengetahui semua alternative yang ada, serta biaya dan pendapatan yang relevan dari masing-masing alternative tersebut.
6.      Negosiasi
Harus ada mekanisme kerja yang berjalan lancar untuk melakukan negosiasi “kontrak” antar unit usaha.
     
Hambatan-hambatan dalam perolehan sumber daya
Idealnya seorang manajer pembelian, bebas mengambil keputusan sourcing. Demikian halnya dengan manajer penjualan, ia harus bebas untuk menjual produknya ke pasar yang paling menguntungkan.
Akibat-akibat yang terjadi jika para manajer pusat laba tidak memiliki kebebasan dalam mengambil keputusan sourcing:
1)      Pasar yang Terbatas
        Beberapa alasan pasar terbatas bagi pusat laba (pembeli dan penjual):
a)      Keberadaan kapasitas internal mungkin membatasi pengembangan penjualan eksternal.
b)      Jika suatu perusahaan merupakan produsen tunggal dari produk yang terdifferensiasi, tidak ada sumber dari luar.
c)      Jika perusahaan telah melakukan investasi yang besar, cenderung tidak akan menggunakan sumber daya dari luar kecuali harga jual di luar mendekati biaya variable perusahaan.
            Dalam kondisi pasar yang terbatas, harga transfer yang paling memenuhi persyaratan sistem pusat laba adalah harga kompetitif. Dimana harga kompetitif mengukur kontribusi dari setiap pusat laba terhadap laba perusahaan secara keseluruhan. Perusahaan dapat mengetahui tingkat harga kompetitiif jika perusahaan tersebut tidak membeli atau menjual produknya ke pasar bebas melalui cara-cara:
a.       Jika ada harga pasar diterbitkan, maka harga tersebut dapat digunakan untuk menentukan harga transfer. 
b.      Harga pasar mungkin ditentukan berdasarkan penawaran.
c.       Jika pusat laba produksi menjual produk yang serupa di pasar bebas, maka pusat laba tersebut sering kali meniru harga kompetitif berdasarkan harga di luar.
d.      Jika pusat laba pembelian membeli produk yang serupa dari pasar luar/bebas maka pusat laba tersebut dapat meniru untuk harga kompetitif untuk produk-produk eklusifnya.

2)      Kelebihan atau Kekurangan Kapasitas Industri
Misalnya, jika pusat laba penjualan tidak dapat menjual seluruh produk ke pasar bebas atau memiliki kapasitas produksi yang berlebih. Perusahaan mungkin tidak akan mengoptimalkan labanya jika pusat laba pembelian membeli produk dari pemasok luar sementara kapasitas produksi di dalam masih memadai. Dan sebaliknya, jika pusat laba pembelian  idak dapat memperoleh produk yang diperlukan dari luar sementara pusat laba penjualan menjual produknya ke pihak luar. Situasi ini terjadi ketika terdapat kekurangan kapasitas produksi di dalam industry. Sehingga pusat laba pembelian terhalang dan laba perusahaan tidak optimal.
Meskipun ada hambatan dalam pemerolehan sumber daya, harga pasar tetap merupakan harga transfer yang baik. Jika harga pasar tersedia atau dapat diperkirakan maka gunakanlah. Meskipun demikian, jika tidak ada cara untuk memperkirakan harga kompetitif, pilihan lainnya adalah mengembangkan harga transfer berdasarkan biaya (cost based transfer price).  Biasanya, perusahaan akan mengeliminasi unsur iklan, pendanaan, atau pengeluaran lain yang tidak dikeluarkan oleh pihak penjual dalam transaksi internal saat penentuan harga transfer.

Ada 2 cara dalam menentukan harga transfer yaitu:
1.      Harga transfer berdasarkan  biaya
Dasar biaya
Dasar yang umum adalah biaya standar. Biaya aktual tidak boleh  digunakan karena faktor inefisiensi produksi akan diteruskan ke pusat laba pembelian. Jika biaya standar yang digunakan, maka dibutuhkan suatu insentif untuk menetapkan standar yang ketat dan untuk meningkatkan standar tersebut.
Markup laba
Dalam menghitung markup laba, terdapat 2 (dua) keputusan: (1) apa dasar markup  laba dan (2) tingkat laba yang diperbolehkan.
Dasar yang paling mudah dan umum dipergunakan adalah persentase dari biaya. Jika  dasar tersebut digunakan maka tidak ada pertimbangan atas modal yang diperlukan. Dasar yang secara konsep lebih baik adalah persentase dari investasi, tetapi untuk menghitung investasi yang akan dikenakan ke setiap produk yang dihasilkan dapat menimbulkan permasalahan teknis. Jika menggunakan dasar biaya historis suatu aktiva, maka fasilitas baru yang dirancang untuk mengurangi harga secara aktual dapat meningkatkan biaya karena aktiva yang lama menjadi dinyatakan terlalu rendah.
Masalah kedua dalam penyisihan laba adalah besarnya jumlah laba. Persepsi dari manajemen senior atas kinerja keuangan dari sutau pusat laba akan dipengaruhi oleh laba yang ditunjukan oleh pusat laba tersebut. Solusi konseptual adalah membuat penyisihan laba berdasarkan investasi yang dibutuhkan untuk memenuhi volume yang diminta oleh pusat laba pembelian. Nilai investasi tersebut dihitung pada tingkat ‘standar’, dengan aktiva tetap dan persediaan pada tingkat biaya penggantian (replacement cost).

2.      Biaya tetap dan laba hulu
Penetapan harga transfer dapat menimbulkan permasalahan yang cukup serius dalam perusahaan yang terintegrasi. Pusat laba yang pada akhirnya menjual produk ke pihak luar mungkin tidak menyadari jumlah biaya tetap dan laba bagian hulu yang terkandung di dalam harga pembelian internal. Bahkan jika hal itu disadari, pusat laba mungkin enggan untuk mengurangi labanya guna mengoptimalkan laba perusahaan.
Adapun metode yang dapat digunakan perusahaan untuk mengatasi masalah ini adalah dengan cara berikut:
Persetujuan antarunit usaha
Beberapa perusahaan membuat mekanisme formal dimana wakil-wakil dari unit pembelian dan penjualan bertemu secara berkala untuk memutuskan harga penjualan ke pihak luar dan pembagian laba untuk produk-produk dengan biaya tetap dan laba bagian hulu yang signifikan. Mekanisme ini hanya bekerja bila proses peninjauannya terbatas pada keputusan-keputusan yang melibatkan jumlah bisnis yang signifikan bagi paling tidak satu pusat laba. Jika tidak demikian maka negosiasi ini akan sia-sia.
Dua langkah penentuan harga
     Cara lain untuk mengatasi masalah ini adalah dengan membuat harga transfer yang meliputi dua beban. Pertama, untuk setiap unit yang terjual, pembebanan biaya dilakukan dalam jumlah yang sama dengan biaya variabel standar produksi. Kedua, pembebanan biaya berkala dilakukan dalam jumlah sama dengan biaya tetap yang berkaitan dengan fasilitas yang disediakan untuk unit pembelian.

2.4  Penentuan Harga Jasa Korporat
Pembebanan unit usaha atas jasa-jasa yang disediakan oleh unit staf korporat. Biaya dari unit staf jasa pusat , hubungan masyarakat , adminitrasi dikeluarkan). Seluruh biaya ini dibebankan, maka itu semua biaya terebut akan dalokasikan dan alokasi tidak memasukkan komponen laba. Alokasi juga merupakan harga transfer
Terdapat dua jenis transfer :
1.      Untuk jasa pusat yang harus diterima oleh unit penerima dimana unit penerima dapat mengendalikan jumlah yang digunakan paling tidak secara parsial.
2.      Untuk jasa pusat yang dapat diputuskan oleh unit usaha apakah akan digunakan atau tidak.

Pengendalian atas jumlah jasa
Unit usaha mungkin diharuskan untuk menggunakan staf korporat untuk jasa – jasa seperti teknologi informasi serta riset dan pengembangan. Ada tiga teori pemikiran mengenai jasa – jasa tersebut:
·         Teori pertama menyatakan bahwa suatu unit usaha harus membayar biaya variabel standar dari jasa yang diberikan. Jika membayar kurang dari itu, maka unit usaha akan termotivasi untuk menggunakan jasa – jasa dalam jumlah yang lebih banyak daripada yang dibenarkan secara ekonomis.
·         Teori pemikiran yang kedua menyarankan harga yang sama dengan biaya variabel standar ditambah bagian yang wajar dan biaya tetap standar yaitu biata penuh.
·         Teori pemikiran yang ketiga menyarankan harga yang sama dengan harga pasar, atau biaya penuh standar ditambah dengan margin laba. Harga pasar akan digunakan jika memungkinkan, jika tidak maka harga sebesar biaya penuh ditambah ROI yang akan digunakan.
Pilihan Penggunaan Jasa
Dalam beberapa kasus, pihak manajemen mungkin memutuskan bahwa unit-unit usaha dapat memilih akan menggunakan unit jasa sentral atau tidak. Unit-unit bisnis dapat memperleh jasa dari pihak luar, mengembangkan kemampuan mereka, atau memilih tidak menggunakan jasa ini sama sekali. Perjanjian ini sering ditemukan untuk aktivitas –aktivitas seperti bidang teknologi, kelompok konsultasi internal, dan pekerjaan perawatan.Pusat – pusat jasa ini independen yaitu harus berdiri sendiri-sendiri.
Jika pelayanan internal tidak kompetitif dibandingkan dengan penyedia jasa dari luar, maka ruang lingkup dari aktivitas mereka akan dikontrakkan atau jasa-jasa mereka sepenuhnya didapat dari perusahaan. Dalam situasi ini, para manajer uinit usaha mengontrol baik jumlah maupun efisiensi dari pusat jasa.Pada kondisi ini, kelompok pusat tersebut merupakan pusat laba. Harga transfernya harus berdasarkan pertimbangan yang sama dengan pada waktu mempertimbangkan harga transfer yang lain.

Kesederhanaan dari Mekanisme Harga
Harga yang dibebankan untuk jasa korporat tidak akan mencapai tujuan yang dimaksudkan, kecuali jika metode untuk menghitungnya dapat dimengerti dan dipahami dengan cukup mudah oleh para manajer.

2.5  Administrasi harga transfer
§  Negosiasi
Unit usaha harus mengetahui aturan dasar yang dijadikan patokan dalam melakukan negosiasi harga tersebut. Dimana aturan harus mengatur sedemikian rupa supaya penentuan harga transfer tidak semata-mata ditentukan oleh keahlian individu dalam bernegosiasi. Tanpa adanya aturan semacam ini, manajer yang paling keras kepala sekalipun akan melakukan negosiasi dengan harga yang paling pantas.
§  Arbitrase dan penyelesaian konflik
Bagaimanapun rincinya peraturan penentuan harga transfer, mungkin ada kasus dimana unit usaha tidak dapat menyetujui harga tertentu. Maka suatu prosedur harus dapat dibuat menengahi arbitrase harga transfer. Tingkat formalitas dalam arbitrase harga transfer tergantung pada jenis dan luasnya potensi harga transfer. Dalam berbagai kasus arbitrase harga transfer merupakan tanggung jawab dari kelompok atau eksekutif tingkat satu kantor pusat karena keputusan arbitrase memiliki dampak yang sangat mempengaruhi laba unit-unit usaha.
Cara arbitrase dalam sistem yang formal adalah kedua pihak menyerahkan kasus secara tertulis kepada pihak penengah/pendamai (arbitrator). Kemudian arbitrator akan meninjau posisi mereka masing-masing dan memutuskan harga yang ditetapkan, kadang kala dengan bantuan staf kantor yang lain.
Selain tingkat formalitas arbitrase, jenis proses penyelesaian konflik yang digunakan juga mempengaruhi efektifitas suatu sistem harga transfer. Terdapat empat cara penyelesaian konflik: memaksa (forcing), membujuk (smoothing), menawarkan (bargaining) dan penyelesaian masalah (problem solving). Mekanisme penyelesaian konflik dapat bervariasi, dari menghindari konflik melalui forcing dan smoothing, sampai penyelesaian konflik melalui bargaining dan problem solving.
§  Klasifikasi produk
Luas dan formalitas dari perolehan sumber daya dan peraturan penentuan harga transfer tergantung pada banyaknya jumlah transfer dalam perusahaan dan ketersediaan pasar serta harga pasar. Semakin besar jumlah transfer dan ketersediaan harga pasar, maka semakin formal dan semakin spesifik peraturan yang ada. Jika harga pasar selalu siap sedia, maka perolehan sumber daya dapat dikendalikan dengan peninjauan kantor pusat atas keputusan buat atau beli (make or buy decisison) yang melebihi jumlah tertentu.

2.6  Beberapa Pertimbangan Teoritis
Ada beberapa pertimbangan akan model harga transfer teoritis. Model-model inidibagi menjadi tiga jenis :
1.      Model Ekonomi 
Model ekonomi klasik pertama kali dikemukakan oleh Jack Hirschleifer dalamsebuah artikel tahun 1956. Professor Hirschleifer mengembangkan serangkaian pendapatan marginal, biaya marginal dan kurva permintaan untuk transfer  produk menengah atau madya dari satu unit usaha ke yang lainnya. Iamenggunakan kurva-kurva ini untuk mendapatkan harga transfer, dengan berbagai asumsi ekonomi, yang akan mengoptimalkan total laba dari dua unit usaha.
Kesulitan dari model ini adalah bahwa model tersebut hanya dapat digunakan ketika beberapa kondisi khusus terpenuhi, kita harus dapat mengestimasi kurva permintaan untuk produk madya, kondisi-kondisi yang diasumsikan harus tetap stabil, dan mungkin tidak ada alternatif untuk  penggunaan fasilitas untuk pembuatan produk madya tersebut. Model ini juga mengasumsikan bahwa harga transfer akan dipengaruhi oleh staf pusat, dan menyangkal pentingnya negosiasi pada unit-unit usaha.
2.      Model Program Linier 
Model program Linier adalah model yang berdasarkan pendekatan opportunity cost. Model ini juga mengkombinasikan hambatan-hambatan kapasitas. Jika harga transfer yang andal dapat dihitung, maka model ini akan berguna dalam menentukan harga transfer. Tetapi, untuk membuat model ini dapatdikelola, bahkan dengan komputer pun, harus banyak asumsi yang mempermudah untuk menjalankannya. Diasumsikan kurva permintaan telah diketahui, bahwa kurva tersebut statis, fungsi dari biayanya adalah linier, dan penggunaan alternatif atasfasilitas produksi dan profitabilitas dapat diestimasi terlebih dahulu.
3.      Nilai Shapley
Sedikit pandangan teoritis yang menyarankan penggunaan nilai shapleysebagai harga transfer. Nilai shapley dikembangkan pada tahun 1953 oleh L.S.Shapley sebagai metode pembagian laba dari koalisi perusahaan atau individudiantara anggota-anggota individu didalamnya dengan proporsi kontribusi yangdibuat. Nilai shapley biasanya digunakan untuk memberikan solusi yang sama bagi masalah yang muncul dalam teori permainan (theory of games).
Meskipun metode ini telah dijelaskan dalam literatur selama bertahun-tahun, sedikit aplikasi praktis yang dilaporkan. Sebagian alasan untuk hal ini adalah bahwa proses perhitungannya sangat panjang kecuali hanya sedikit produk yang terlibat dalam transfer yang ada. Alasan lainnya adalah bahwa banyak orangyang telah mempelajari metode shapley yang tidak percaya bahwa banya orangyang telah mempelajari metode Shapley yang tidak percaya bahwa asumsi yang mendasari dapat digunakan untuk masalah penentuan harga transfer.



BAB III
KASUS DAN PEMBAHASAN

Biografi PT. Adaro Energy Tbk.
PT Adaro Energy Tbk (ADRO) didirikan dengan nama PT Padang Karunia tanggal 28 Juli 2004 dan mulai beroperasi secara komersial pada bulan Juli 2005. Kantor pusat ADRO berlokasi di Gedung Menara Karya, Lantai 23, Jl. H.R. Rasuna Said Blok X-5, Kav. 1-2, Jakarta Selatan.
Adaro Energy merupakan salah satu perusahaan yang bergerak sebagai produsen batu bara terbesar kedua yang ada di Indonesia dan terbesar keempat di dunia. Perusahaan ini mengoperasikan tambang batu bara tunggal terbesar di Indonesia dan merupakan pemasok batu bara termal dalam pasar global.

Pada awal berdirinya pada tahun 2004, perusahaan yang masih berbentuk perseroan terbatas yang bernama PT Padang Karunia. Pada tanggal 18 April 2008 perusahaan ini mengganti nama menjadi  PT Adaro Energy Tbk dalam persiapan untuk "go public". Visi yang ditetapkan bagi perusahaan ini adalah menjadi perusahaan yang terbesar dan paling efisien dalam hal penambangan batu bara serta ter-integritas sebagai perusahaan energi di Asia Tenggara.

Adaro Energy dan anak perusahaannya saat ini bergerak dalam bidang pertambangan dan perdagangan batu bara, infrastruktur an logistik batu bara serta jasa kontraktor pertambangan. Setiap anak perusahaan yang beroperasi diposisikan sebagai pusat laba yang mandiri dan ter-integritas. Hal ini sebagai upaya agar Adaro Energy memiliki produksi batu bara yang kompetitif yang dapat diandalkan serta menghasilkan rantai pasokan batu bara dengan nilai optimal bagi pemegang saham.

Selain cadangan batu bara yang besar, Adaro Energy juga memiliki beberapa aset yang berkualitas tinggi guna mendukung proses operasi,  seperti jalan penghubung dari lokasi tambang ke  fasilitas Crushing di Kelanis dan Terminal Batu bara di Pulau Laut sejauh 75 kilometer.  Selain itu, melalui anak perusahaannya, Adaro Energy memiliki armada penambangan lengkap termasuk Drilling Machines, Bulldozers, Wheel Dozers, Excavators, Graders, Articulated Trucks, Dump Trucks, Wheel Loaders, Head Trucks, Vessels, Dollys, Crushers, dan beberapa alat produksi lainnya.

Produksi yang telah dicapai oleh perusahaan ini sangat besar, terbukti pada tahun 2011 saja telah mampu menghasilkan tambang dengan total 47,7 ton yang berlokasi di Tabalog dan Balangan, Kalimantan Selatan.

Selain itu, Adaro Energy juga telah berhasil memperoleh beberapa penghargaan, di antaranya Recognition Award 2011 dari Corporate Governance Asia, The Most Improve Governance 2011 dari Indonesian Institute for Corporate Directorship (IICD) dan  The Indonesian Most Trusted dari the Indonesian Institute for Corporate Governance (IICG).

KASUS
PT Adaro Indonesia diduga telah melakukan penggelapan pajak dengan cara transfer pricing. Sebab, Adaro telah melakukan manipulasi penggelapan pajak dengan transaksi jual beli batubara secara tidak wajar (tidak sesuai dengan harga batubara pasaran Internasional) kepada perusahaanya Coaltrade Services International Pte. Ltd asal Singapura.

Tujuh tahun silam, Adaro melakukan perjanjian dengan Coaltrade Services International Pte Ltd, sebuah perusahaan kertas (paper company) di Singapura. Perjanjian itu menyatakan bahwa Adaro menjual batubara per tahun dengan harga tertentu, di baw
ah harga yang berlaku di pasar. Coaltrade lalu menjualnya dengan harga internasional. Yang dijual bukan sembarang batubara, melainkan batubara bermutu tinggi.

Pada tahun 2005, Adaro menjual batubara ke perusahaan Coaltrade dari Singapura sebesar US$26 per ton, sementara harga pasar US$48 per ton. Sedangkan pada 2006, Adaro menjual batubara ke Coaltrade US$29 per ton, sementara harga internasional mencapai US$40 per ton. Dengan volume penjualan 2005 mencapai 26 juta ton lebih dan 2006 mencapai 34 juta ton, terdapat selisih antara harga jual ke Coaltrade dan harga jual internasional masing-masing US$589,9 juta (Rp5,8 triliun dengan kurs rata-rata 2005 sebesar Rp9.800/US$) tahun 2005 dan US$363,1 juta (Rp3,3 triliun dengan kurs rata-rat
a 2006 Rp9.096/US$) tahun 2006. Jika dihitung berdasarkan harga pasar, total pendapatan pada 2005 mestinya berjumlah US$ 1,287 miliar dan 2006 US$ 1,371 miliar. Berarti ada selisih penjualan Adaro dengan penjualan berdasarkan harga pasar. Jika di rupiahkan mencapai Rp 9,121 triliun. Belum lagi kerugian negara dari potensi royalti 13,5% yang nilai berkisar Rp 1,231 triliun.

Akibat transfer pricing yang terjadi pada tahun 2005-2006 lalu diperkirakan ada Rp 9 triliun dari hasil penjualan yang disembunyikan. Sehingga kerugian negara terkait pajak dan royalti diperkirakan mencapai Rp 4-5 triliun. Royalti adalah nilai yang harus dibayar sesuai harga jual. Adanya dugaan transfer pricing yang memperkecil nilai jual mengakibatkan royalti yang harus dibayarkan otomatis juga turun
.
ANALISIS
Adanya kasus transfer pricing antara PT. Adaro Indonesia dengan anak perusahaanya yaitu Coaltrade services International Pte Ltd, telah menunjukan bahwa adanya  indikasi penyalahgunaan  sistem harga transfer yang dilakukan oleh perusahaan tersebut. Sistem harga transfer sejatinya merupakan suatu harga jual khusus yang dipakai dalam pertukaran antar divisional untuk mencatat pendapatan divisi penjual (selling division) dan biaya divisi pembeli (buying divison) (Henry Simamora, 1999:272) serta  terkadang digunakan untuk mengevaluasi kinerja divisi dan memotivasi manajer divisi penjual dan divisi pembeli menuju keputusan-keputusan yang serasi dengan tujuan perusahaan secara keseluruhan.  (Joshua Ronen and George McKinney, 1970:100-101). Namun praktik yang dilakukan oleh perusahaan, khususnya perusahaan multinasional sering tidak sesuai dengan apa yang seharusnya mereka lakukan atau tidak sesuai dengan mekanisme sistem harga transfer yang sesungguhnya. Dimana perusahaan melakukan praktik transfer pricing ini hanya untuk menghindari pungutan pajak dalam negeri supaya penghasilan perusahaan atau pemegang saham menjadi lebih tinggi.
Menurut teori diatas seharusnya transfer pricing dilakukan untuk tujuan perusahaan. Namun dalam kasus Adaro ini praktik transfer pricingnya dilakukan untuk memfasilitasi para pemegang saham untuk mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya, bukan untuk memfasilitasi perusahaan mendapatkan keuntungan. Ketika para individu atau pemegang saham ini hanya memfokuskan pada keuntungan individu tanpa memperhatikan keuntungan perusahaan, maka tujuan dari dilaksanakanya sistem harga transfer ini pun menjadi tidak bisa dicapai serta sistem harga transfer yang dijalankan pun menjadi disfungsional.
Timpangnya harga transfer yang dilakukan antara Adaro dengan anak perusahaanya apabila dibandingkan dengan harga pasar batubara secara internasionla sebenarnya juga telah melanggar UU perpajakan yang berlaku di indonesia. Dalam Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Perpajakan No. 11 Tentang Pajak Pertambahan Nilai mengatur tentang transaksi yang berhubungan dengan transfer pricing. Pasal ini berbunyi : Dalam hal harga jual atau penggantian dipengaruhi oleh hubungan istimewa, maka harga jual atau penggantian dihitung atas dasar harga pasar wajar pada saat penyerahan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak itu dilakukan. Oleh karena itu, sebenarnya dibutuhkan peran langsung dari pemerintah untuk mencegah terjadinya kasus Adaro ini di perusahaan-perusahaan besar di indonesia lainya. Apabila pemerintah kurang tanggap dalam mengantisipasi praktik-praktik penyalahguanaan  sistem harga tranfer ini maka sangat wajar bila kedepanya pendapatan negara dari sektor pajak akan berkurang karena perusahaan-perusahaan yang lain tentunya juga akan meniru cara yang dilakukan oleh PT. Adaro Indonesia.
Praktik penghindaran pajak yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan dalam negeri melalui transaksi yang tidak wajar (non arm’s length price) misalnya seperti yang dilakukan  PT Adaro  Indonesia telah memberikan efek negative bagi negara Indonesia, karena apabila dibiarkan secara terus menerus akan menyebabkan negara menderita kehilangan pendapatan pajak dengan jumlah yang cukup signifikan. Dari berkurangnya pendapatan pajak itu sendiri saja sudah akan memberikan dampak bagi pertumbuhan ekonomi negara Indonesia, belum lagi dampak-dampak tidak langsung yang kemudian muncul seperti berkurangnya dana untuk pelayanan masyarakat, berkurangnya dana bantuan/ subsidi dari pemerintah. Selain dari penghindaran pajak kerugian yang ditanggung oleh masyarakat Indonesia dari praktik semacam ini dapat dikatakan tidak sebanding, karena masyarakat Indonesia yang dalam kasus contoh ini juga diposisikan sebagai salah satu pasar target dari perusahaan tersebut hanya menjadi layaknya sapi perah yang tidak mendapatkan imbalan.





BAB VI
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Bahwa dari berbagai definisi yang ada kami menarik suatu kesimpulan bahwa pada prinsipnya transfer pricing (harga transfer) adalah suatu metode penentuan harga antar perusahaan dalam satu grup yang sama.
Implikasi pajak yang signifikan dari transaksi transfer pricing adalah berkurangnya atau hilangnya potensi penerimaan pajak yang seharusnya diperoleh. 
Harga transfer memiliki beberapa tujuan, antara lain:
1.      Memberi informasi yang relevan kepada masing-masing unit usaha untuk menentukan imbal balik yang optimum antara biaya dan pendapatan perusahaan.
2.      Menghasilkan keputusan yang selaras dengan cita-cita (meningkatkan laba unit usaha namun juga dapat meningkatkan laba perusahaan).
3.      Membantu pengukuran kinerja ekonomi dari unit usaha individual.
4.      Sistem tersebut harus mudah dimengerti dan dikelola

Terdapat tiga metode penentuan harga transfer yaitu:
1.      Harga transfer berdasarkan pasar
2.      Harga transfer berdasarkan biaya
3.      Harga transfer hasil negosiasi

4.2 Saran
Berdasarkan pendapat dan evaluasi kelompok kami, maka kami bermaksud untuk memberikan saran sekiranya dapat berguna bagi pembaca. Adapun saran yang dapat kami berikan adalah sebagai berikut :
1.      Jika dilihat dari sisi hukum perpajakan yang berlaku di Indonesia, PT Adaro harus membayar denda paling tinggi 4 (empat) kali dari jumlah pajak terhutang yang tidak atau kurang bayar (UU No. 16 Th 2000 pasal 29).
2.      Untuk kedepannya untuk menghindari kasus yang serupa pemerintah harus lebih ketat dalam mengawasi system harga transfer yang dilakukan oleh perusahaan – perusahaan di Indonesia.
3.       



DAFTAR PUSTAKA

Anthony, Robert N. dan Govindarajan, Vijay.Management Control System.Salemba Empat.2012
Nurliyah. “Kasus PT Adaro Tbk”. 11 Oktober 2014. https://www.scribd.com/doc/27107315/Kasus-Pt-Adaro-Energy-Tbk
Blueciel. “Resume Tentang Kasus Transfer Pricing Yang Diduga Dilakukan Oleh
PT. ADARO INDONESIA”. 11 Oktober 2014.
http://rosaryoma.blogspot.com/2009/12/kasus-transfer-pricing.html
Suar.”Tranfer Price, Harga Transfer”. 14 Oktober 2014. http://pojokfekon.blogspot.com/2009/12/transfer-priceharga-transfer.html