BAB
I
PENDAHULAN
PENDAHULAN
1.1 Latar belakang
Semakin
ketatnya persaingan di dunia usaha baik berupa barang atau jasa membuat setiap
perusahaan berusaha untuk dapat memenuhi segala kebutuhan konsumen dengan harga
yang relatif terjangkau namun tetap memperhatikan biaya-biaya yang diperlukan
dalam menghasilkan barang atau jasa tersebut . Salah satu yang mempengaruhi
ialah harga transfer.
Harga
transfer adalah biaya (cost) atau harga (price) yang dibebankan atas pemindahan
(transfer) suatu barang atau jasa dari satu divisi ke divisi lain dalam suatu
perusahaan. Hal ini berarti adanya biaya atau harga tambahan yang dikenanakan
pada setiap barang atau jasa yang diproduksi yang mengalami perpindahan dari satu
divisi ke divisi lain dalam kegiatan produksi. Kewenangan dalam menetapkan
besaran harga transfer ini detentukan oleh masing-masing divisi.
Harga
transfer juga mempengaruhi keputusan manajemen dalam menetapkan besaran harga
suatu produk atau jasa yang akan dijual ke masyarakat. Hal ini perlu
diperhatikan oleh setiap divisi bahwa apabila harga transfer yang ditentukan
tinggi maka harga jual produk atau jasa tersebut juga akan menjadi tinggi
sehingga akan membuat masyarakat tidak tertarik untuk membeli produk tersebut.
Oleh
karena itu pada makalah ini kami mencoba menjelaskan bagaimana sebenarnya yang
dimaksud harga transfer tersebut. Sehingga dapat digunakan sebagai referensi
bagi para pembaca agar mengetahui bagaimana cara penentuan besaran harga
transfer agar nantinya bisa ditetapakan dalam kehidupan sehari-hari.
1.2 Rumusan Masalah
1.
Apakah dampak yang dapat ditimbulkan
dari penggunaan penentuan harga transfer jika tidak sesuai terhadap system
perpajakan?
2.
Bagaimana perlakuan perpajkannya menurut
hokum perpajakan yang berlaku di Indonesia?
BAB II
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1
Pengertian harga transfer
·
Menurut Tsurumi dan Gunadi (1997),
dalam suatu grup perusahaan, transfer pricing merupakan harga yang
diperhitungkan untuk pengendalian manajemen (management control) atas transfer
barang dan jasa dalam satu grup perusahaan.
·
Menurut Charles T. Horngren, George Foster dan Srikant Datar
dalam akuntansi
biaya,
harga transfer merupakan harga yang dikenakan oleh satu subunit (segmen, departemen,
divisi dan sebagainya) untuk produk atau jasa yang dipasok ke subunit lain
dalam organisasi yang sama.
·
Menurut Ralph Estes dalam kamus akuntansi, harga transfer adalah
suatu harga internal yang dibebankan oleh satu unit (seperti divisi, perusahaan
anak, atau departemen) dari suatu perusahaan pada unit lainnya dalam perusahaan
yang sama.
·
Menurut Don R. Hansen dan Maryanne M. Moven dalam management accounting, harga transfer adalah
harga yang ditagihkan untuk barang yang ditransfer dari satu divisi ke divisi
lainnya.
·
Menurut Sophar Lumbantoruan,
harga transfer adalah penentuan harga atau balas jasa atas suatu transaksi
antar unit dalam satu perusahaan atau antar perusahaan dalam satu grup.
Dari berbagai definisi di atas dapat ditarik
suatu kesimpulan bahwa pada prinsipnya transfer pricing (harga transfer) adalah suatu metode
penentuan harga antar grup (divisi, segmen,
departemen, subunit dll) dalam satu perusahaan yang sama.
2.2
Tujuan
Penetuan Harga Transfer
Harga transfer merupakan mekanisme untuk mendistribusikan
pendapatan jika pusat laba atau lebih bertanggung jawab atas pengembangan,
pembuatan, dan pemasaran sesuatu sehingga
masing-masing harus berbagi pendapatan yang dihasilkan ketika produk tersebut
terjual.
Harga Transfer harus dirancang sedemikian rupa supaya
mencapai beberapa sasaran sebagai berikut:
1)
Memberikan
informasi yang relevan kepada masing-masing unit usaha untuk menentukan timbal balik yang optimum antara biaya dan pendapatan perusahaan
2)
Menghasilkan keputusan
yang selaras
dengan cita-cita, maksudnya sistem harus dirancang sedemikian rupa agar keputusan yang meningkatkan laba unit
usaha juga akan
meningkatkan laba perusahaan.
3)
Membantu pengukuran kinerja ekonomi dari tiap unit usaha.
4)
Sistem harus mudah
dimengerti dan dikelola
Harga transfer sering memicu masalah, terutama pada penentuan harga
sepakatannya karena melibatkan dua unit, yaitu unit pembeli dan unit penjual,
dan harga transfer juga mempengaruhi pengukuran laba unit, harga transfer yang
tinggi akan merugikan unit pembeli sedangkan harga transfer yang terlalu rendah
akan merugikan unit penjual, maka penentuan harga transfer menjadi hal yang
sangat penting.
Karakteristik
Harga Transfer.
1)
Harga transfer
timbul jika divisi terkait diukur kinerjanya berdasarkan laba
2)
Harga transfer
merupakan unsur yang signifikan dalam membentuk biaya penuh produk yang dibeli
mengandung unsur laba
3)
Harga transfer
selalu mengandung unsur laba
4)
Harga transfer
sebagai alat untuk mempertegas diverifikasi dan
integrasi divisi yang dibentuk.
2.3
Metode-metode penentuan
harga transfer
Istilah “harga transfer” yang digunakan disini adalah
nilai yang diberikan kepada suatu transfer barang dan jasa dalam suatu
transaksi dimana setidaknya ada satu pusat laba yang terlibat didalamnya. Harga
semacam ini biasanya melibatkan suatu elemen laba karena sebuah perusahaan yang
independent tidak akan mentransfer barang dan jasa ke perusahaan independent
yang lain sebesar biaya produksi atau lebih rendah dari itu.
Prinsip
Dasar
Prinsip dasar
dari harga transfer adalah bahwa harga transfer sebaiknya serupa dengan harga
yang akan dikenakan seandainya produk tersebut dijual ke konsumen luar atau
dibeli dari pemasok luar. Ketika suatu pusat laba di suatu
perusahaan membeli produk dari, dan menjual ke, satu sama lain, maka dua
keputusan yang harus diambil untuk setiap produk adalah:
a) Apakah
perusahaan harus memproduksi sendiri produk tersebut atau membelinya dari
pemasok luar? (keputusan sourcing)
b) Jika
diproduksi secara internal, pada tingkat harga berapakah produk tersebut akan
ditransfer antar pusat laba? ( keputusan harga transfer )
Situasi
Ideal
Harga transfer berdasarkan harga pasar akan
menghasilkan keselarasan cita-cita jika kondisi-kondisi berikut ada, yaitu:
1. Orang-orang
kompeten
Idealnya
manajer harus memperhatikan kinerja jangka panjang dan jangka pendek dari pusat
tanggung jawab mereka.
2. Atmosfer
yang baik
Manajer
harus menjadikan profitabilitas sebagai cita-cita yang penting dan pertimbangan
yang signifikan dalam penilaian kinerja pusat tanggung jawab. Mereka juga harus memandang bahwa harga transfer
tersebut adil.
3. Harga
pasar
Harga transfer yang ideal adalah berdasarkan harga pasar normal dan mapan dari produk identik yang
sedang ditransfer, maksudnya harga pasar mencerminkan kondisi
yang sama (kuantitas, waktu pengiriman dan kualitas) dengan produk yang
dikenakan harga transfer.
4. Kebebasan
memperoleh sumber daya
Idealnya alternatif pusat tanggung jawab dalam
memperoleh sumber daya haruslah ada, dan para manajer sebaiknya diizinkan untuk
memilih alternative yang baik bagi pusat tanggung jawab mereka.
5. Informasi
penuh
Para
manajer harus mengetahui semua alternative yang ada, serta biaya dan pendapatan
yang relevan dari masing-masing alternative tersebut.
6. Negosiasi
Harus
ada mekanisme kerja yang berjalan lancar untuk melakukan negosiasi “kontrak”
antar unit usaha.
Hambatan-hambatan dalam perolehan sumber daya
Idealnya seorang manajer pembelian, bebas mengambil keputusan sourcing. Demikian halnya dengan manajer
penjualan, ia harus bebas untuk menjual produknya ke pasar yang paling
menguntungkan.
Akibat-akibat yang terjadi jika para manajer pusat
laba tidak memiliki kebebasan dalam mengambil keputusan sourcing:
1)
Pasar yang Terbatas
Beberapa alasan
pasar terbatas bagi pusat laba (pembeli dan penjual):
a)
Keberadaan kapasitas internal mungkin
membatasi pengembangan penjualan eksternal.
b)
Jika suatu perusahaan merupakan produsen
tunggal dari produk yang terdifferensiasi, tidak ada sumber dari luar.
c)
Jika perusahaan telah melakukan
investasi yang besar, cenderung tidak akan menggunakan sumber daya dari luar
kecuali harga jual di luar mendekati biaya variable perusahaan.
Dalam kondisi pasar
yang terbatas, harga transfer yang paling memenuhi persyaratan sistem pusat laba adalah harga kompetitif.
Dimana harga kompetitif mengukur kontribusi dari setiap pusat laba terhadap
laba perusahaan secara keseluruhan. Perusahaan dapat mengetahui tingkat harga
kompetitiif jika perusahaan tersebut tidak membeli atau menjual produknya ke
pasar bebas melalui cara-cara:
a. Jika
ada harga pasar diterbitkan, maka harga tersebut dapat digunakan untuk
menentukan harga transfer.
b. Harga
pasar mungkin ditentukan berdasarkan penawaran.
c. Jika
pusat laba produksi menjual produk yang serupa di pasar bebas, maka pusat laba
tersebut sering kali meniru harga kompetitif berdasarkan harga di luar.
d. Jika
pusat laba pembelian membeli produk yang serupa dari pasar luar/bebas maka
pusat laba tersebut dapat meniru untuk harga kompetitif untuk produk-produk
eklusifnya.
2) Kelebihan
atau Kekurangan Kapasitas Industri
Misalnya,
jika pusat laba penjualan tidak dapat menjual seluruh produk ke pasar bebas atau memiliki kapasitas produksi yang
berlebih. Perusahaan mungkin tidak akan mengoptimalkan
labanya jika pusat laba pembelian membeli produk dari pemasok luar sementara kapasitas produksi di dalam
masih memadai. Dan sebaliknya, jika pusat laba pembelian idak dapat memperoleh produk yang diperlukan
dari luar sementara pusat laba penjualan menjual produknya ke pihak luar.
Situasi ini terjadi ketika terdapat kekurangan kapasitas produksi di dalam
industry. Sehingga pusat laba pembelian terhalang dan laba perusahaan tidak
optimal.
Meskipun
ada hambatan dalam pemerolehan sumber daya, harga pasar tetap merupakan harga
transfer yang baik. Jika harga pasar tersedia atau dapat diperkirakan maka
gunakanlah. Meskipun demikian, jika tidak ada cara untuk memperkirakan harga
kompetitif, pilihan lainnya adalah mengembangkan harga transfer berdasarkan
biaya (cost based transfer price).
Biasanya, perusahaan akan mengeliminasi unsur iklan, pendanaan, atau
pengeluaran lain yang tidak dikeluarkan oleh pihak penjual dalam transaksi
internal saat penentuan harga transfer.
Ada 2 cara dalam menentukan harga transfer yaitu:
1. Harga
transfer berdasarkan biaya
Dasar biaya
Dasar yang umum adalah biaya standar. Biaya aktual tidak
boleh digunakan karena
faktor inefisiensi produksi akan diteruskan ke pusat laba pembelian. Jika biaya
standar yang digunakan, maka dibutuhkan suatu insentif untuk menetapkan standar
yang ketat dan
untuk meningkatkan standar tersebut.
Markup laba
Dalam menghitung markup laba, terdapat 2 (dua) keputusan:
(1) apa dasar markup laba dan (2)
tingkat laba yang diperbolehkan.
Dasar yang paling mudah dan umum dipergunakan adalah persentase dari biaya. Jika dasar tersebut digunakan maka tidak ada
pertimbangan atas modal yang diperlukan. Dasar yang secara konsep lebih baik
adalah persentase dari investasi,
tetapi untuk menghitung investasi yang akan dikenakan ke setiap produk yang
dihasilkan dapat menimbulkan permasalahan teknis. Jika menggunakan dasar biaya historis suatu aktiva, maka
fasilitas baru yang dirancang untuk mengurangi harga secara aktual dapat
meningkatkan biaya karena aktiva yang lama menjadi dinyatakan terlalu rendah.
Masalah kedua dalam penyisihan laba adalah besarnya
jumlah laba. Persepsi dari manajemen senior atas kinerja keuangan dari sutau
pusat laba akan dipengaruhi oleh laba yang ditunjukan oleh pusat laba tersebut.
Solusi konseptual adalah membuat penyisihan laba berdasarkan investasi yang
dibutuhkan untuk memenuhi volume yang diminta oleh pusat laba pembelian. Nilai
investasi tersebut dihitung pada tingkat ‘standar’, dengan aktiva tetap dan
persediaan pada tingkat biaya penggantian (replacement cost).
2. Biaya
tetap dan laba hulu
Penetapan harga transfer dapat menimbulkan permasalahan
yang cukup serius dalam perusahaan yang terintegrasi. Pusat laba yang pada
akhirnya menjual produk ke pihak luar mungkin tidak menyadari jumlah biaya
tetap dan laba bagian hulu yang terkandung di dalam harga pembelian internal.
Bahkan jika hal itu disadari, pusat laba mungkin enggan untuk mengurangi
labanya guna mengoptimalkan laba perusahaan.
Adapun metode yang dapat digunakan perusahaan untuk mengatasi masalah ini adalah dengan
cara berikut:
Persetujuan antarunit usaha
Beberapa perusahaan membuat mekanisme formal dimana
wakil-wakil dari unit pembelian dan penjualan bertemu secara berkala untuk
memutuskan harga penjualan ke pihak luar dan pembagian laba untuk produk-produk
dengan biaya tetap dan laba bagian hulu yang signifikan. Mekanisme ini hanya
bekerja bila proses peninjauannya terbatas pada keputusan-keputusan yang
melibatkan jumlah bisnis yang signifikan bagi paling tidak satu pusat laba.
Jika tidak demikian maka negosiasi ini akan sia-sia.
Dua langkah penentuan harga
Cara lain untuk mengatasi masalah ini
adalah dengan membuat harga transfer yang meliputi dua beban. Pertama, untuk
setiap unit yang terjual, pembebanan biaya dilakukan dalam jumlah yang sama
dengan biaya variabel standar produksi. Kedua, pembebanan biaya berkala
dilakukan dalam jumlah sama dengan biaya tetap yang
berkaitan dengan fasilitas yang
disediakan untuk unit pembelian.
2.4
Penentuan
Harga Jasa Korporat
Pembebanan unit usaha atas jasa-jasa yang
disediakan oleh unit staf korporat. Biaya dari unit staf jasa pusat , hubungan
masyarakat , adminitrasi dikeluarkan). Seluruh biaya ini dibebankan, maka itu
semua biaya terebut akan dalokasikan dan alokasi tidak memasukkan komponen
laba. Alokasi juga merupakan harga transfer
Terdapat dua jenis transfer :
1.
Untuk jasa pusat yang harus diterima oleh unit
penerima dimana unit penerima dapat mengendalikan jumlah yang digunakan paling
tidak secara parsial.
2.
Untuk jasa pusat yang dapat diputuskan oleh
unit usaha apakah akan digunakan atau tidak.
Pengendalian atas jumlah jasa
Unit usaha mungkin diharuskan untuk menggunakan staf
korporat untuk jasa – jasa seperti teknologi informasi serta riset dan
pengembangan. Ada tiga teori pemikiran mengenai jasa – jasa tersebut:
·
Teori pertama menyatakan
bahwa suatu unit usaha harus membayar biaya variabel standar dari jasa yang
diberikan. Jika membayar kurang dari itu, maka
unit usaha akan termotivasi untuk menggunakan jasa – jasa dalam jumlah yang
lebih banyak daripada yang dibenarkan secara ekonomis.
·
Teori pemikiran yang
kedua menyarankan harga yang sama dengan biaya variabel standar ditambah bagian
yang wajar dan biaya tetap standar yaitu biata penuh.
·
Teori pemikiran yang
ketiga menyarankan harga yang sama dengan harga pasar, atau
biaya penuh standar ditambah dengan margin laba. Harga
pasar akan digunakan jika memungkinkan, jika tidak maka harga
sebesar biaya penuh ditambah ROI yang akan digunakan.
Pilihan
Penggunaan Jasa
Dalam beberapa kasus, pihak
manajemen mungkin memutuskan bahwa unit-unit usaha dapat memilih akan
menggunakan unit jasa sentral atau tidak. Unit-unit bisnis dapat memperleh jasa
dari pihak luar, mengembangkan kemampuan mereka, atau memilih tidak menggunakan
jasa ini sama sekali. Perjanjian ini sering ditemukan untuk aktivitas –aktivitas
seperti bidang teknologi, kelompok konsultasi internal, dan pekerjaan
perawatan.Pusat – pusat jasa ini independen yaitu harus berdiri
sendiri-sendiri.
Jika pelayanan internal tidak
kompetitif dibandingkan dengan penyedia jasa dari luar, maka ruang lingkup dari
aktivitas mereka akan dikontrakkan atau jasa-jasa mereka sepenuhnya didapat
dari perusahaan. Dalam situasi ini, para manajer uinit usaha mengontrol baik
jumlah maupun efisiensi dari pusat jasa.Pada kondisi ini, kelompok pusat
tersebut merupakan pusat laba. Harga transfernya harus berdasarkan pertimbangan
yang sama dengan pada waktu mempertimbangkan harga transfer yang lain.
Kesederhanaan
dari Mekanisme Harga
Harga yang dibebankan untuk
jasa korporat tidak akan mencapai tujuan yang dimaksudkan, kecuali jika metode
untuk menghitungnya dapat dimengerti dan dipahami dengan cukup mudah oleh para
manajer.
2.5
Administrasi harga transfer
§ Negosiasi
Unit usaha harus mengetahui aturan dasar yang
dijadikan patokan dalam melakukan negosiasi harga tersebut. Dimana aturan harus
mengatur sedemikian rupa supaya penentuan harga transfer tidak semata-mata
ditentukan oleh keahlian individu dalam bernegosiasi. Tanpa adanya aturan
semacam ini, manajer yang paling keras kepala sekalipun akan melakukan negosiasi
dengan harga yang paling pantas.
§ Arbitrase dan penyelesaian konflik
Bagaimanapun rincinya peraturan penentuan harga
transfer, mungkin ada kasus dimana unit usaha tidak dapat menyetujui harga
tertentu. Maka suatu prosedur harus dapat dibuat menengahi arbitrase harga
transfer. Tingkat formalitas dalam arbitrase harga transfer tergantung pada
jenis dan luasnya potensi harga transfer. Dalam berbagai kasus arbitrase harga
transfer merupakan tanggung jawab dari kelompok atau eksekutif tingkat satu kantor pusat karena keputusan arbitrase memiliki
dampak yang sangat mempengaruhi laba unit-unit usaha.
Cara arbitrase dalam sistem yang formal adalah kedua
pihak menyerahkan kasus secara tertulis kepada pihak penengah/pendamai
(arbitrator). Kemudian arbitrator akan meninjau posisi mereka masing-masing dan
memutuskan harga yang ditetapkan, kadang kala dengan bantuan staf kantor yang
lain.
Selain tingkat formalitas arbitrase, jenis proses
penyelesaian konflik yang digunakan juga mempengaruhi efektifitas suatu sistem
harga transfer. Terdapat empat cara penyelesaian konflik: memaksa (forcing),
membujuk (smoothing), menawarkan (bargaining) dan penyelesaian masalah (problem
solving). Mekanisme penyelesaian konflik dapat bervariasi, dari menghindari
konflik melalui forcing dan smoothing, sampai penyelesaian konflik melalui
bargaining dan problem solving.
§ Klasifikasi produk
Luas dan formalitas dari perolehan sumber daya dan
peraturan penentuan harga transfer tergantung pada banyaknya jumlah transfer
dalam perusahaan dan ketersediaan pasar serta harga pasar. Semakin besar jumlah
transfer dan ketersediaan harga pasar, maka semakin formal dan semakin spesifik
peraturan yang ada. Jika harga pasar selalu siap sedia, maka perolehan sumber daya dapat dikendalikan dengan
peninjauan kantor pusat atas keputusan buat atau beli (make or buy decisison)
yang melebihi jumlah tertentu.
2.6 Beberapa Pertimbangan Teoritis
Ada
beberapa pertimbangan akan model harga transfer teoritis. Model-model inidibagi menjadi tiga jenis :
1. Model Ekonomi
Model ekonomi klasik pertama kali dikemukakan
oleh Jack Hirschleifer dalamsebuah artikel tahun 1956. Professor Hirschleifer
mengembangkan serangkaian pendapatan marginal, biaya marginal dan kurva
permintaan untuk transfer produk
menengah atau madya dari satu unit usaha ke yang lainnya. Iamenggunakan
kurva-kurva ini untuk mendapatkan harga transfer, dengan berbagai asumsi ekonomi, yang akan mengoptimalkan total laba dari
dua unit usaha.
Kesulitan dari model ini adalah bahwa model tersebut hanya dapat digunakan
ketika beberapa kondisi khusus terpenuhi, kita harus dapat mengestimasi kurva
permintaan untuk produk madya, kondisi-kondisi yang diasumsikan harus tetap
stabil, dan mungkin tidak ada alternatif untuk penggunaan fasilitas untuk pembuatan produk madya tersebut. Model
ini juga mengasumsikan bahwa harga transfer akan dipengaruhi oleh staf
pusat, dan menyangkal pentingnya negosiasi
pada unit-unit usaha.
2.
Model Program Linier
Model program Linier adalah model yang berdasarkan pendekatan opportunity
cost. Model ini juga mengkombinasikan hambatan-hambatan kapasitas. Jika harga
transfer yang andal dapat dihitung, maka model ini akan berguna dalam menentukan harga transfer. Tetapi, untuk membuat
model ini dapatdikelola, bahkan dengan komputer pun, harus banyak asumsi
yang mempermudah untuk menjalankannya. Diasumsikan kurva permintaan telah
diketahui, bahwa kurva tersebut statis, fungsi dari biayanya adalah linier, dan
penggunaan alternatif atasfasilitas produksi dan profitabilitas dapat
diestimasi terlebih dahulu.
3. Nilai
Shapley
Sedikit pandangan teoritis yang menyarankan penggunaan nilai
shapleysebagai harga transfer. Nilai shapley dikembangkan pada tahun 1953 oleh
L.S.Shapley sebagai metode pembagian laba dari koalisi perusahaan atau
individudiantara anggota-anggota individu didalamnya dengan proporsi kontribusi
yangdibuat. Nilai shapley biasanya
digunakan untuk memberikan solusi yang sama bagi masalah yang muncul dalam
teori permainan (theory of games).
Meskipun metode ini telah dijelaskan dalam literatur selama
bertahun-tahun, sedikit aplikasi praktis yang dilaporkan. Sebagian alasan untuk
hal ini adalah bahwa proses perhitungannya sangat panjang kecuali hanya
sedikit produk yang terlibat dalam transfer yang ada. Alasan lainnya adalah
bahwa banyak orangyang telah mempelajari metode shapley yang tidak percaya
bahwa banya orangyang telah mempelajari metode Shapley yang tidak percaya bahwa
asumsi yang mendasari dapat digunakan untuk
masalah penentuan harga transfer.
BAB III
KASUS DAN PEMBAHASAN
Biografi PT.
Adaro Energy Tbk.
PT Adaro Energy Tbk (ADRO)
didirikan dengan nama PT Padang Karunia tanggal 28 Juli 2004 dan mulai
beroperasi secara komersial pada bulan Juli 2005. Kantor pusat ADRO berlokasi
di Gedung Menara Karya, Lantai 23, Jl. H.R. Rasuna Said Blok X-5, Kav. 1-2,
Jakarta Selatan.
Adaro Energy merupakan salah satu
perusahaan yang bergerak sebagai produsen batu bara terbesar kedua yang ada di
Indonesia dan terbesar keempat di dunia. Perusahaan ini mengoperasikan tambang
batu bara tunggal terbesar di Indonesia dan merupakan pemasok batu bara termal
dalam pasar global.
Pada awal berdirinya pada tahun 2004, perusahaan yang masih berbentuk perseroan terbatas yang bernama PT Padang Karunia. Pada tanggal 18 April 2008 perusahaan ini mengganti nama menjadi PT Adaro Energy Tbk dalam persiapan untuk "go public". Visi yang ditetapkan bagi perusahaan ini adalah menjadi perusahaan yang terbesar dan paling efisien dalam hal penambangan batu bara serta ter-integritas sebagai perusahaan energi di Asia Tenggara.
Adaro Energy dan anak perusahaannya saat ini bergerak dalam bidang pertambangan dan perdagangan batu bara, infrastruktur an logistik batu bara serta jasa kontraktor pertambangan. Setiap anak perusahaan yang beroperasi diposisikan sebagai pusat laba yang mandiri dan ter-integritas. Hal ini sebagai upaya agar Adaro Energy memiliki produksi batu bara yang kompetitif yang dapat diandalkan serta menghasilkan rantai pasokan batu bara dengan nilai optimal bagi pemegang saham.
Selain cadangan batu bara yang besar, Adaro Energy juga memiliki beberapa aset yang berkualitas tinggi guna mendukung proses operasi, seperti jalan penghubung dari lokasi tambang ke fasilitas Crushing di Kelanis dan Terminal Batu bara di Pulau Laut sejauh 75 kilometer. Selain itu, melalui anak perusahaannya, Adaro Energy memiliki armada penambangan lengkap termasuk Drilling Machines, Bulldozers, Wheel Dozers, Excavators, Graders, Articulated Trucks, Dump Trucks, Wheel Loaders, Head Trucks, Vessels, Dollys, Crushers, dan beberapa alat produksi lainnya.
Produksi yang telah dicapai oleh perusahaan ini sangat besar, terbukti pada tahun 2011 saja telah mampu menghasilkan tambang dengan total 47,7 ton yang berlokasi di Tabalog dan Balangan, Kalimantan Selatan.
Selain itu, Adaro Energy juga telah berhasil memperoleh beberapa penghargaan, di antaranya Recognition Award 2011 dari Corporate Governance Asia, The Most Improve Governance 2011 dari Indonesian Institute for Corporate Directorship (IICD) dan The Indonesian Most Trusted dari the Indonesian Institute for Corporate Governance (IICG).
Pada awal berdirinya pada tahun 2004, perusahaan yang masih berbentuk perseroan terbatas yang bernama PT Padang Karunia. Pada tanggal 18 April 2008 perusahaan ini mengganti nama menjadi PT Adaro Energy Tbk dalam persiapan untuk "go public". Visi yang ditetapkan bagi perusahaan ini adalah menjadi perusahaan yang terbesar dan paling efisien dalam hal penambangan batu bara serta ter-integritas sebagai perusahaan energi di Asia Tenggara.
Adaro Energy dan anak perusahaannya saat ini bergerak dalam bidang pertambangan dan perdagangan batu bara, infrastruktur an logistik batu bara serta jasa kontraktor pertambangan. Setiap anak perusahaan yang beroperasi diposisikan sebagai pusat laba yang mandiri dan ter-integritas. Hal ini sebagai upaya agar Adaro Energy memiliki produksi batu bara yang kompetitif yang dapat diandalkan serta menghasilkan rantai pasokan batu bara dengan nilai optimal bagi pemegang saham.
Selain cadangan batu bara yang besar, Adaro Energy juga memiliki beberapa aset yang berkualitas tinggi guna mendukung proses operasi, seperti jalan penghubung dari lokasi tambang ke fasilitas Crushing di Kelanis dan Terminal Batu bara di Pulau Laut sejauh 75 kilometer. Selain itu, melalui anak perusahaannya, Adaro Energy memiliki armada penambangan lengkap termasuk Drilling Machines, Bulldozers, Wheel Dozers, Excavators, Graders, Articulated Trucks, Dump Trucks, Wheel Loaders, Head Trucks, Vessels, Dollys, Crushers, dan beberapa alat produksi lainnya.
Produksi yang telah dicapai oleh perusahaan ini sangat besar, terbukti pada tahun 2011 saja telah mampu menghasilkan tambang dengan total 47,7 ton yang berlokasi di Tabalog dan Balangan, Kalimantan Selatan.
Selain itu, Adaro Energy juga telah berhasil memperoleh beberapa penghargaan, di antaranya Recognition Award 2011 dari Corporate Governance Asia, The Most Improve Governance 2011 dari Indonesian Institute for Corporate Directorship (IICD) dan The Indonesian Most Trusted dari the Indonesian Institute for Corporate Governance (IICG).
KASUS
PT Adaro Indonesia diduga telah
melakukan penggelapan pajak dengan cara transfer pricing. Sebab, Adaro telah
melakukan manipulasi penggelapan pajak dengan transaksi jual beli batubara
secara tidak wajar (tidak sesuai dengan harga batubara pasaran Internasional)
kepada perusahaanya Coaltrade Services International Pte. Ltd
asal Singapura.
Tujuh tahun silam, Adaro melakukan perjanjian dengan Coaltrade Services International Pte Ltd, sebuah perusahaan kertas (paper company) di Singapura. Perjanjian itu menyatakan bahwa Adaro menjual batubara per tahun dengan harga tertentu, di bawah harga yang berlaku di pasar. Coaltrade lalu menjualnya dengan harga internasional. Yang dijual bukan sembarang batubara, melainkan batubara bermutu tinggi.
Pada tahun 2005, Adaro menjual batubara ke perusahaan Coaltrade dari Singapura sebesar US$26 per ton, sementara harga pasar US$48 per ton. Sedangkan pada 2006, Adaro menjual batubara ke Coaltrade US$29 per ton, sementara harga internasional mencapai US$40 per ton. Dengan volume penjualan 2005 mencapai 26 juta ton lebih dan 2006 mencapai 34 juta ton, terdapat selisih antara harga jual ke Coaltrade dan harga jual internasional masing-masing US$589,9 juta (Rp5,8 triliun dengan kurs rata-rata 2005 sebesar Rp9.800/US$) tahun 2005 dan US$363,1 juta (Rp3,3 triliun dengan kurs rata-rata 2006 Rp9.096/US$) tahun 2006. Jika dihitung berdasarkan harga pasar, total pendapatan pada 2005 mestinya berjumlah US$ 1,287 miliar dan 2006 US$ 1,371 miliar. Berarti ada selisih penjualan Adaro dengan penjualan berdasarkan harga pasar. Jika di rupiahkan mencapai Rp 9,121 triliun. Belum lagi kerugian negara dari potensi royalti 13,5% yang nilai berkisar Rp 1,231 triliun.
Akibat transfer pricing yang terjadi pada tahun 2005-2006 lalu diperkirakan ada Rp 9 triliun dari hasil penjualan yang disembunyikan. Sehingga kerugian negara terkait pajak dan royalti diperkirakan mencapai Rp 4-5 triliun. Royalti adalah nilai yang harus dibayar sesuai harga jual. Adanya dugaan transfer pricing yang memperkecil nilai jual mengakibatkan royalti yang harus dibayarkan otomatis juga turun.
Tujuh tahun silam, Adaro melakukan perjanjian dengan Coaltrade Services International Pte Ltd, sebuah perusahaan kertas (paper company) di Singapura. Perjanjian itu menyatakan bahwa Adaro menjual batubara per tahun dengan harga tertentu, di bawah harga yang berlaku di pasar. Coaltrade lalu menjualnya dengan harga internasional. Yang dijual bukan sembarang batubara, melainkan batubara bermutu tinggi.
Pada tahun 2005, Adaro menjual batubara ke perusahaan Coaltrade dari Singapura sebesar US$26 per ton, sementara harga pasar US$48 per ton. Sedangkan pada 2006, Adaro menjual batubara ke Coaltrade US$29 per ton, sementara harga internasional mencapai US$40 per ton. Dengan volume penjualan 2005 mencapai 26 juta ton lebih dan 2006 mencapai 34 juta ton, terdapat selisih antara harga jual ke Coaltrade dan harga jual internasional masing-masing US$589,9 juta (Rp5,8 triliun dengan kurs rata-rata 2005 sebesar Rp9.800/US$) tahun 2005 dan US$363,1 juta (Rp3,3 triliun dengan kurs rata-rata 2006 Rp9.096/US$) tahun 2006. Jika dihitung berdasarkan harga pasar, total pendapatan pada 2005 mestinya berjumlah US$ 1,287 miliar dan 2006 US$ 1,371 miliar. Berarti ada selisih penjualan Adaro dengan penjualan berdasarkan harga pasar. Jika di rupiahkan mencapai Rp 9,121 triliun. Belum lagi kerugian negara dari potensi royalti 13,5% yang nilai berkisar Rp 1,231 triliun.
Akibat transfer pricing yang terjadi pada tahun 2005-2006 lalu diperkirakan ada Rp 9 triliun dari hasil penjualan yang disembunyikan. Sehingga kerugian negara terkait pajak dan royalti diperkirakan mencapai Rp 4-5 triliun. Royalti adalah nilai yang harus dibayar sesuai harga jual. Adanya dugaan transfer pricing yang memperkecil nilai jual mengakibatkan royalti yang harus dibayarkan otomatis juga turun.
ANALISIS
Adanya kasus transfer pricing antara PT. Adaro Indonesia
dengan anak perusahaanya yaitu Coaltrade services International Pte Ltd, telah
menunjukan bahwa adanya indikasi penyalahgunaan sistem harga
transfer yang dilakukan oleh perusahaan tersebut. Sistem harga transfer
sejatinya merupakan suatu harga jual khusus yang dipakai dalam pertukaran antar
divisional untuk mencatat pendapatan divisi penjual (selling division)
dan biaya divisi pembeli (buying divison) (Henry Simamora, 1999:272)
serta terkadang digunakan untuk mengevaluasi kinerja divisi dan
memotivasi manajer divisi penjual dan divisi pembeli menuju keputusan-keputusan
yang serasi dengan tujuan perusahaan secara keseluruhan. (Joshua Ronen
and George McKinney, 1970:100-101). Namun praktik yang dilakukan oleh
perusahaan, khususnya perusahaan multinasional sering tidak sesuai dengan apa
yang seharusnya mereka lakukan atau tidak sesuai dengan mekanisme sistem harga
transfer yang sesungguhnya. Dimana perusahaan melakukan praktik transfer
pricing ini hanya untuk menghindari pungutan pajak dalam negeri supaya
penghasilan perusahaan atau pemegang saham menjadi lebih tinggi.
Menurut
teori diatas seharusnya transfer pricing dilakukan untuk tujuan perusahaan.
Namun dalam kasus Adaro ini praktik transfer pricingnya dilakukan untuk
memfasilitasi para pemegang saham untuk mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya,
bukan untuk memfasilitasi perusahaan mendapatkan keuntungan. Ketika para
individu atau pemegang saham ini hanya memfokuskan pada keuntungan individu
tanpa memperhatikan keuntungan perusahaan, maka tujuan dari dilaksanakanya
sistem harga transfer ini pun menjadi tidak bisa dicapai serta sistem harga
transfer yang dijalankan pun menjadi disfungsional.
Timpangnya
harga transfer yang dilakukan antara Adaro dengan anak perusahaanya apabila
dibandingkan dengan harga pasar batubara secara internasionla sebenarnya juga
telah melanggar UU perpajakan yang berlaku di indonesia. Dalam Pasal 2 ayat (1)
Undang-Undang Perpajakan No. 11 Tentang Pajak Pertambahan Nilai mengatur
tentang transaksi yang berhubungan dengan transfer pricing. Pasal ini
berbunyi : Dalam hal harga jual atau penggantian dipengaruhi oleh hubungan
istimewa, maka harga jual atau penggantian dihitung atas dasar harga pasar
wajar pada saat penyerahan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak itu
dilakukan. Oleh karena itu, sebenarnya dibutuhkan peran langsung dari
pemerintah untuk mencegah terjadinya kasus Adaro ini di perusahaan-perusahaan
besar di indonesia lainya. Apabila pemerintah kurang tanggap dalam mengantisipasi
praktik-praktik penyalahguanaan sistem harga tranfer ini maka sangat
wajar bila kedepanya pendapatan negara dari sektor pajak akan berkurang karena
perusahaan-perusahaan yang lain tentunya juga akan meniru cara yang dilakukan
oleh PT. Adaro Indonesia.
Praktik
penghindaran pajak yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan dalam negeri melalui
transaksi yang tidak wajar (non arm’s length price) misalnya seperti
yang dilakukan PT Adaro Indonesia telah memberikan efek negative
bagi negara Indonesia, karena apabila dibiarkan secara terus menerus akan
menyebabkan negara menderita kehilangan pendapatan pajak dengan jumlah yang
cukup signifikan. Dari berkurangnya pendapatan pajak itu sendiri saja sudah
akan memberikan dampak bagi pertumbuhan ekonomi negara Indonesia, belum lagi
dampak-dampak tidak langsung yang kemudian muncul seperti berkurangnya dana
untuk pelayanan masyarakat, berkurangnya dana bantuan/ subsidi dari pemerintah.
Selain dari penghindaran pajak kerugian yang ditanggung oleh masyarakat Indonesia
dari praktik semacam ini dapat dikatakan tidak sebanding, karena masyarakat
Indonesia yang dalam kasus contoh ini juga diposisikan sebagai salah satu pasar
target dari perusahaan tersebut hanya menjadi layaknya sapi perah yang tidak
mendapatkan imbalan.
BAB VI
PENUTUP
4.1
Kesimpulan
Bahwa dari
berbagai definisi yang ada kami menarik suatu kesimpulan bahwa pada prinsipnya
transfer pricing (harga transfer) adalah
suatu metode penentuan harga antar perusahaan dalam satu grup yang sama.
Implikasi pajak yang signifikan dari
transaksi transfer pricing adalah berkurangnya atau hilangnya potensi
penerimaan pajak yang seharusnya diperoleh.
Harga
transfer memiliki
beberapa tujuan, antara lain:
1. Memberi
informasi yang relevan kepada masing-masing unit usaha untuk menentukan imbal
balik yang optimum antara biaya dan pendapatan perusahaan.
2. Menghasilkan
keputusan yang selaras dengan cita-cita (meningkatkan laba unit usaha namun
juga dapat meningkatkan laba perusahaan).
3. Membantu
pengukuran kinerja ekonomi dari unit usaha individual.
4. Sistem
tersebut harus mudah dimengerti dan dikelola
Terdapat
tiga metode penentuan harga transfer yaitu:
1.
Harga
transfer berdasarkan pasar
2.
Harga
transfer berdasarkan biaya
3.
Harga
transfer hasil negosiasi
4.2
Saran
Berdasarkan
pendapat dan evaluasi kelompok kami, maka kami bermaksud untuk memberikan saran
sekiranya dapat berguna bagi pembaca. Adapun saran yang dapat kami berikan
adalah sebagai berikut :
1.
Jika dilihat dari sisi hukum perpajakan yang
berlaku di Indonesia, PT Adaro harus membayar denda paling tinggi 4 (empat)
kali dari jumlah pajak terhutang yang tidak atau kurang bayar (UU No. 16 Th
2000 pasal 29).
2.
Untuk kedepannya untuk menghindari kasus yang
serupa pemerintah harus lebih ketat dalam mengawasi system harga transfer yang
dilakukan oleh perusahaan – perusahaan di Indonesia.
3.
DAFTAR PUSTAKA
Anthony, Robert N. dan Govindarajan, Vijay.Management Control System.Salemba
Empat.2012
Nurliyah.
“Kasus PT Adaro Tbk”. 11 Oktober 2014. https://www.scribd.com/doc/27107315/Kasus-Pt-Adaro-Energy-Tbk
Blueciel. “Resume Tentang Kasus
Transfer Pricing Yang Diduga Dilakukan Oleh
PT. ADARO INDONESIA”. 11 Oktober 2014. http://rosaryoma.blogspot.com/2009/12/kasus-transfer-pricing.html
PT. ADARO INDONESIA”. 11 Oktober 2014. http://rosaryoma.blogspot.com/2009/12/kasus-transfer-pricing.html
Suar.”Tranfer Price, Harga Transfer”.
14 Oktober 2014. http://pojokfekon.blogspot.com/2009/12/transfer-priceharga-transfer.html